Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Agama ini lahir dan berkembang di Tanah Arab. Pendirinya ialah Muhammad. Agama ini lahir salah satunya sebagai reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu. Manusia pada saat itu hidup dalam keadaan moral yang rendah dan kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak lagi mengindahkan ajaran-ajaran nabi-nabi sebelumnya. Hal itu menyebabkan manusia berada pada titik terendah. Penyembahan berhala, pembunuhan, perzinahan, dan tindakan rendah lainnya merajalela.
Islam mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama baru ini mendapat tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke Madinah pada tahun 622. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.
Muhammad mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah. Pemerintahannya didasarkan pada pemerintahan Islam. Muhammad kemudian berusaha menyebarluaskan Islam dengan memperluas wilayahnya.
Setelah Muhammad wafat pada tahun 632, proses menyebarluaskan Islam dilanjutkan oleh para kalifah yang ditunjuk Muhammad.
Sampai tahun 750, wilayah Islam telah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Afrika Utara, Irak, Suriah, Persia, Mesir, Sisilia, Spanyol, Asia Kecil, Rusia, Afganistan, dan daerah-daerah di Asia Tengah. Pada masa ini yang memerintah ialah Bani Umayyah dengan ibu kota Damaskus.
Pada tahun 750, Bani Umayyah dikalahkan oleh Bani Abbasiyah yang kemudian memerintah sampai tahun 1258 dengan ibu kota di Baghdad. Pada masa ini, tidak banyak dilakukan perluasan wilayah kekuasaan. Konsentrasi lebih pada pengembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban Islam. Baghdad menjadi pusat perdagangan, kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Setelah pemerintahan Bani Abbasiyah, kekuasaan Islam terpecah. Perpecahan ini mengakibatkan banyak wilayah yang memisahkan diri. Akibatnya, penyebaran Islam dilakukan secara perorangan. Agama ini dapat berkembang dengan cepat karena Islam mengatur hubungan manusia dan TUHAN. Islam disebarluaskan tanpa paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya.
Al-Attas sebagai tokoh pendukung teori ini menyebutkan,
bahwa aspek-aspek atau kerakteristik internal Islam harus menjadi perhatian
penting dan sentral dalam melihat kedatangan Islam di Nusantara, bukan
unsur-unsur luar atau aspek eksternal. Karakteristik ini dapat menjelaskan
secara gamblang mengenai bentuk Islam yang berkembang di Nusantara. Lebih
lanjut Al-Attas menjelaskan bahwa penulis-penulis yang diidentifikasi sebagai
India dan kitab-kitab yang dinyatakan berasal dari India oleh sarjana Barat
khususnya, sebenarnya adalah orang Arab dan berasal dari Arab atau Timur Tengah
atau setidaknya Persia. Sejalan dengan hal ini, Hamka menyebutkan pula bahwa
kehadiran Islam di Indonesia telah terjadi sejak abad ke-7 dan berasal dari
Arabia sedangkan T.W. Arnold dan Crawford lebih didasarkan pada beberapa fakta
tertulis dari beberapa pengembara Cina sekitar abad ke-7 M, dimana kala itu
kekuatan Islam telah menjadi dominan dalam perdagangan Barat-Timur, bahwa
ternyata di pesisir pantai Sumatera telah ada komunitas muslim yang terdiri
dari pedagang asal Arab yang di antaranya melakukan pernikahan dengan
perempuan-perempuan lokal.
Pendapat ini didasarkan pada berita Cina yang menyebutkan,
bahwa pada abad ke-7 terdapat sekelompok orang yang disebut Ta-shih yang
bermukim di Kanton (Cina) dan Fo-lo-an (termasuk daerah Sriwijaya) serta adanya
utusan Raja Ta-shih kepada Ratu Sima di Kalingga Jawa (654/655 M). Sebagian
ahli menafsirkan Ta-shih sebagai orang Arab. Mengenai Raja Ta-shih tersebut,
menurut Hamka, adalah Muawiyah bin Abu Sufyan yang saat itu menjabat sebagai
Khalifah Daulah Bani Umayyah. Untuk meyakinkan asal usul Islam di Nusantara,
seminar seputar masalah ini telah digelar beberapa kali. Seminar Masuk dan
berkembangnya Islam di Indonesia telah diselenggarakan di Medan 17-20 Maret
1969 dan seminar serupa juga diadakan di Aceh pada 10-16 Juli 1978 dan 25-30
September 1980. Berdasarkan hasil seminar-seminar tersebut, disimpulkan bahwa
Islam masuk ke Nusantara langsung dari Arabia, bukan India. Hasil seminar ini
memperkuat teori bahwa Islam di Nusantara berasal dari Arab sebagaimana
ditegaskan Al-Attas dan didukung oleh sejarawan Indonesia, seperti Hamka dan
Muhammad Said. Kehadiran orang-orang Islam yang berasal dari Timur Tengah ke
Nusantara(kebanyakan adalah dari Arab dan Persia) menurut Azyumardi Azra, ahli
Islam di Asia Tenggara, terjadi pada abad ke-7.
Masa-masa awal kehadiran Islam pertama kali dilaporkan oleh
seorang agamawan dan pengembara terkenal dari Cina, bernama I-Tsing. Ia
menginformasikan bahwa pada 51 H/671 M, ia menumpang kapal Arab dan Persia
untuk berlayar dari Kanton dan berlabuh di pelabuhan muara sungai Bhoga, yang
disebut juga Sribhoga atau Sribuza, yaitu Musi sekarang. Banyak sarjana modern
mengidentifikasi Sribuza sebagai Palembang, ibukota kerajaan Budha Sriwijaya
pada masa itu. Menurut Yuantchao kapal yang sampai di Palembang berjumlah
sekitar 35 kapal dari Persia. Secara geografis, letak Sriwijaya yang berada di
jalur perdagangan internasional memberi pengaruh besar terhadap dunia luar.
Beperapa peristiwa yang terjadi di luar daerah kekuasaannya, misalnya perubahan
politik di India yang saat itu di bawah hegemoni Buddha, menjadikan Sriwijaya
sebagai wilayah Buddha yang dapat dijadikan pilihan. Ini menempatkan Sriwijaya
sebagai pusat terkemuka keilmuwan Buddha di Nusantara. I-Tsing, yang
menghabiskan beberapa tahun di Palembang dalam perjalanannya menuju ke dan
kembali dari India, merekomendasikan Sriwijaya sebagai pusat keilmuwan Buddha
yang baik bagi para penuntut ilmu agama ini sebelum mereka melanjutkan
pelajaran ke India.
Meskipun Sriwijaya sebagai pusat keilmuwan Buddha, tetapi
ia memiliki watak yang kosmopolitan. Kondisi ini memungkinkan masuknya berbagai
pengaruh atau ajaran lain, termasuk agama Islam. Watak Sriwijaya yang
kosmopolitan itulah yang memungkinkan para pengungsi Muslim Arab dan Persia
yang diusir dari Kanton setelah terjadi kerusuhan di sana, mereka melakukan
eksodus menuju Palembang untuk mencari suaka politik dari penguasa setempat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar